Apa yang anda pikirkan ketika mendengar frasa Guru Honorer ?
-demo menuhin senayan
-gaji kecil
-masa depan suram
-minggu makan senin puasa :-)
Itu mungkin hanya sebagian saja dari sekian banyak kalimat yang dapat mewakili kondisi guru honorer.(mohon maaf jika terkesan lebay) Tulisan kali mencoba sedikit menyampaikan bagaimana nasib guru honorer berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara tidak resmi.
Berdasarkan pengamatan Secara umum kasta guru di sekolah formal dapat saya paparkan sebagai berikut.
-Guru Negri
-Guru Yayasan
-Guru Kontrak
-Guru Honorer
Yang digaris miring artinya tidak ada di sekolah negeri.
Guru honorer menempati posisi terendah berdasarkan gaji bulanan yang diterima sebagai guru dari satu sekolah. Saya lebih memilih untuk tidak membicarakan guru honor yang mengajar di lebih dari satu sekolah(karna ini sudah beda, guru yang mengajar di banyak sekolah biasanya menggunakan pola dibayar/jam)
Hasil survei didaerah saya, gaji guru honorer terendah 300000 tertinggi 800000, dengan rata-rata gaji 500.000.
Jika berpatokan pada gaji rata-rata, maka gaji guru honorer hanya sebesar 35,7% dari besaran UMP kabupaten saya. Cukup miris bukan, apalagi jika dibandingkan dengan gaji pokok pns golongan IIIa.
Yang menarik adalah beban kerja guru honorer di kebanyakan sekolah sama besar dengan beban kerja guru lain (pns,kontrak,yayasan) hal ini membuat status "honorer" menjadi semakin rendah.
Mengapa harus ada guru honorer?
Kenapa tidak semua guru di pnskan atau dikontrak an saja ?
Alasannya tidak lain adalah keterbatasan anggaran.
Dengan adanya kebijakan pemerintah pusat (menpan,menkeu) yang menetapkan penerimaan PNS harus zero growth.
Artinya penerimaan PNS setiap tahun tidak boleh lebih besar dari angka PNS yang pensiun.
Disisi lain pemerintah daerah juga mengatakan memiliki keterbatasan anggaran, sehingga penerimaan guru kontrak hanya untuk daerah khusus / untuk guru kwalifikasi khusus.
Sekolah berbasis yayasan pun alasannya sama.
Maka jurus pamungkas adalah menggunakan dana BOS untuk merekrut guru.
Seperti yang diketahui bersama ada aturan/batasan pada penggunaan dana BOS untuk membayar guru honorer dimana dibatasi hanya boleh maksimal 20% dari total anggaran.
Inilah salah satu hal yang membuat "pasaran" gaji guru honorer tidak kunjung membaik :'(
Disisi lain semenjak dunia politik ramai "menyanyikan" lagu pendidikan gratis, secara tidak langsung memicu rendahnya partisipasi "masyarakat" untuk ikut serta urun rembuk memajukan dunia pendidikan.(dibahas dipostingan berikutnya) Sehingga praktis sumber pendanaan sekolah hanya berasal dari dana BOS.
Secara umum memang ada dua pola pembayaran guru honor.
-pola fix rate / bulan
-pola jam ngajar
Data yang saya paparkan diatas adalah data untuk pola nomor 1, yang banyak diterapkan di jenjang sekolah dasar sekaligus sebagai titik fokus tulisan saya.
Kondisi guru honorer yang cukup memprihatinkan dimana dimedia massa sering digambarkan honor guru honorer tidak lebih besar dari karyawan pabrik, sungguh miris terutama bila “kita” masih sepakat bahwa Pedidikan adalah salah satu lini terpenting yang menentukan nasib bangsa 10-15 tahun kedepan.
mari kita hitung secara detail bagaimana penghargaan sekolah terhadap guru honorer. karena “show” guru ada batasan jam (waktu) maka kita hitung berdasarkan kewajiban tatapmuka guru.
jika berpatokan pada kewajiban jam minimal kewajiban ngajar adalah 24 jam / minggu maka guru dengan gaji 500.000/bulan maka perjam pelajaran dihargai Rp. 50208, ini jam minimal mas bro, namun dilapangan kenyataanya guru honorer disekolah dasar negeri kadang (tidak semua) justru mendapat beban yang cukup besar (lebih dari 24 jam pelajaran /minggu.
Gaji guru honorer yang rendah secara tidak langsung juga membuat peningkatan kwalitas pendidikan di sekolah menjadi melambat atau bahkan terhambat. Mengapa ? dengan besara gaji yang ditawarkan hanya berkisar antara 300-800 ribu/bulan ini tentu saja menghambat datangnya lulusan-lulusan terbaik dari universitas-universitas kesekolah-sekolah yang kekurangan guru.
saya menjumpai beberapa temen seangkatan di FKIP lebih memilih untuk “blusukan” mencari nafkah ke jalur lain dengan alasan karena “gaji guru honorer kecil”.
teman yang seperti ini ada banyak kalo dihitung cuma dengan jari tangan dan kaki saya jamin kurang. sebagian ada yang blusukan diperbankan, ada yang bisnis sendiri, bahkan lucunya ada yang lebih memilih jadi kuli bangunan dari pada menghonor jadi guru, memang ada beberapa yang memilih hengkang dari jalur surga (guru) karena alasan passsion (salah jurusan) tapi kebanyakan alasannya ya cuma satu “gaji kecil”, bahkan teman saya ada yang sempat bilang, pi, “Idealis itu harus, tapi tetap harus realistis”. kalo ngak “cukup” ngak bisa dipaksa, setelah dipikir betul juga omongan dia.
yang paling menarik adalah kebanyakan dari teman-teman saya tersebut adalah mahasiswa-mahasiwi yang punya “prestasi”, bahkan ada yang merupakan lulusan terbaik diangkatan saya.
lalu siapa yang mengisi guru honorer? setau saya guru honorer sebagian diisi oleh tamatan SMU sederajat yang kita tau kompetensinya dibawah standart pendidikan, sebagian lagi diisi oleh lulusan FKIP yang tidak punya pilihan lain, sebagian lagi disi oleh guru-guru yang punya stok 7 nyawa yang cukup mengkhawatirkan adalah karena tidak adanya lulusan FKIP yang bersedia jadi guru honor, membuat sekolah kadang kala terpaksa merekrut lulusan SLTA sederajat untuk mengisi kekosongan, menurut saya hal ini memang kondisi “simalakama”.
yang membuat semakin miris adalah ternyata masih sangat banyak sekolah yang kekurangan guru.
sebagai contoh, menurut standar pelayanan minimum (SPM) kalau tidak salah sekolah dasar idealnya terdiri dari 1 kepala sekolah, 6 guru kelas dan 3 guru bidang studi (Agama,PJOK, SBK) sehingga totalnya = 10 Guru.
yang terjadi dilapangan ??
Digugus saya jumlah guru yang bernaung di 9 sekolah negeri hanya +- 60 orang (termasuk kepala sekolah) maka jika dirata rata setiap sekolah hanya terdiri dari 6-7 orang guru (termasuk kepsek). sehigga jika dihitung jumlah guru di gugus kami hanya memenuhi 67% standart ideal SPM. nah yang unik lagi hampir setengah dari jumlah guru digugus saya diisi oleh guru-guru Non PNS. (honor dan kontak) saya lupa jumlah realnya.
perntanyaanya adalah bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan kwalitas Output pendidikan yang “standart ” apalagi “maksimal” bila komponen pendidiknya hampir 50%nya adalah guru tidak tetap dengan penghasilan “PAS” dan atau bahkan sebagian darinya (50% guru non pns) tersebut) belum memenuhi kwalifikasi pendidikan minimum S1 FKIP. (terget pemerintah tahun 2013)
Bukan maksud mencibir status guru tidak tetap, tetapi dengan kondisi penerimaan (penghasilan) mereka maka terlalu “horor” kita dapat mengharapkan mereka bekerja maksimal. meskipun kadangkala dilapangan guru honor sering kali lebih cakap dan rajin dari guru tetap.
dan apa loe tega memporsis guru dengan penghasilan “pas” untuk memberikan segala dayanya untuk kemajuan pendidikan, untuk jangka waktu tertentu sebagian besar individu mungkin bersedia dengan alasan (pengabdian) tapi pendidikan adalah tanggung jawab bersama, sehingga sangat tidak tepat bila “guru honor” diberi beban lebih.
menyoal tentang standart pendidikan minimum saya cendrung tidak mau berpijak pada opini A, opini B yang kadang mencibir kadang sarjana pun belum tentu lebih baik dari diploma/smu. hal tersebut merupakan ranah pribadi yang tak elok untuk diperdebatkan. bagimanapun juga semakin tinggi pendidikan semakin banyak pula pengalaman serta semakin terbuka pemahaman dan itu tentu jauh lebih baik dari ….
sekarang, apakah “kita” (saya, anda-anda dan pemerintah) mau benar-benar memperbaiki kondisi pendidikan saat ini?
semoga saja pendidikan semakin baik, semoga …
dan seperti biasanya mantra orang indonesia “Doain aj ya”.
tulisan ini hanya mencoba meanganalisis bagaimana “pengaruh guru honorer” terhadap pendidikan kita, dan bagaimana seharusnya kita memperlakukan mereka”.
*disadur dari berbagai sumber
*gambar from google
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda