WHAT'S NEW?
Loading...

Tayangan Sinotron VS Buku Paket Cabul

Terinspirasi dari obrolan ringan di jejaring sosial, terbesitlah judul di atas. saya yakin agak sedikit menggiring pembaca kearah sebuah kesimpulan ! terserah anda mau menyimpulkan seperti apa.
Topik ini memang lagi sedikit anget, dimulai sejak ramai dibicarakannya cerita "bang ... kuli pasir" yg terdapat di sebuah buku LKS anak sd pada mata pelajaran muatab lokal budaya jakarta, sontak pasca ramai dibicarakan dimedia, beberapa "ahli" angkat bicara, termasuk pihak sekolah, namun seiring waktu, akhirnya LKS ini ditarik juga, tapi sudah terlanjur terngiang di kepala anak.
pasca kejadian ini, ramai pula dibahasnya buku-buku lain yg dikatakan "cabul", sungguh ini berita yang tidak mengenakkan tentang dunia pendidikan. ramai pula beberapa oknum menyalahkan ini sebagai sebuah kelalaian yang dilakukan orang-orang yang berkepentingan di dunia pedidikan, tak pelak nama gurupun tercatut juga :-) baik yang terlibat secara langsung maupun tidak, orang tua maupun wali siswa juga pasti khawatir kalau saja anaknya tertular “cabul” karena membaca buku paket “cabul” di sekolah.
pendek kata semuanya khawatir, semuanya termasuk RI1 saya rasa Hot smile
Tapi sudahlah yang cabul, biarlah berlalu, toh sudah ditarik dari pasaran, toh guru yang bertanggung jawab dikelas tersebut sudah menyampaikan materi pelajaran dengan hati-hati, sehingga mental anak tidak ikut “cabul”, saat ini ada yang lebih berbahaya dibanding buku cabul ? apa itu ? tolong baca lagi judul diatas Open-mouthed smile

sebelum ketopik “sinetron”, mari kita mengingat kembali cara kerja otak manusia !
saya yakin sebagaian besar masih ingat, atau paling tidak merasakan !
Dulu sewaktu masih kecil, teman saya pernah berucap, mengapa ya kita lebih mudah mengingat tayanga di TV dari pada cerita yang ada dibuku pelajaran ?
saat itu belum ada seorangpun dari kami (saya, teman saya yang bertanya, dan beberapa teman lainnya) yang bisa menjawab pertanyaan tersebut, dengan baik. apalagi ilmiah Smile with tongue out
tapi detik ini kita sepakat, karena memang ada dasar ilmiahnya (penelitian) yang mengungkapkan bahwa, Otak kita labih mudah menangkap informasi berupa data lengkap (audio dan visual).
ada sebuah ungkapan yang secara lengkap menggambarkan bagaimana otak kita bekerja dan menyimpan informasi, ungkapan itu berbunyi "Saya mendengar dan saya lupa. Saya melihat dan saya ingat. Saya lakukan dan saya mengerti. "
sekarang mari kita pikirkan, lebih mudah mengingat yang mana, tayangan sinetron atau bacaan dibuku paket ?
untuk topik yang sama saya yakin, konten pada tayangan sinetron labih mudah diingat ! bukan begitu Ninja
Permasalahannya bukan pada sinetron atau film, produksi dalam atau luar negeri, skala nasional atau lokal, tetapi isi (konten) yang disampaikan pada tayangan tersebut, suka tidak suka, kita sama-sama mengamati dan mengamini “sinetron” dalam negeri akhir-akhir ini yang tayang ditelevisi lebih banyak menampilkan adegan-adegan yang tidak mendidik, seperti kekerasan, penggambaran sosok guru yang tidak sesuai dengan kaidah, memberi contoh cara berpenampilan yang jauh dari budaya indonesia, menampilkan pergaulana yang kurang pantas, menggunakan kata-kata kasar, ejekan, olokan dan masih banyak lagi, hampir tidak terhitung jumlahnya.
kita sadar bila konten-konten seperti ini terus menerus disogukan pada anak, maka suka tidak suka anak-anak akan tertular negatifnya. seperti yang biasanya terjadi dilingkungan kita, konten negatif lebih mudah diserap dibanding konten positif. celakanya (jadi ingat lagu sheila on seven Hot smile) tanyangan senetron tersebut kebayakan tayang pada jam-jam istirahat keluarga antara jam 18.00-21.00.
pada kasus sinetron ini, saya sadar, penonton adalah raja, dia yang pegang remote televisi/dekoder, dia bebas memilih konten apa yang ia tonton, seperti biasanya setipa tayangan sudah diberi kode usia, terserah pada yang menonton apakah akan menaati atau memilih untuk tetap menonton meskipun tidak cocok dengan usianya. dari sisi orang, merekapun punya hal sekaligus kewajiban untuk mengatur apa yang boleh ditonton dan apa yang tidak boleh ditonton oleh anak-anaknya ! sehingga pendek kata dampak negatif dari senetron bisa dihindari bila penontonnya selektif dalam memilih tayangan. tapi yang terjadi sebaliknya ? penontonnya yang tidak bisa memilih tayangan dengan tepat ? saya berani berkata seperti ini karena buktinya tanyangan yang kurang mendidik tersebut sampai saat ini masih booming di TV, ini menandakan adanya peminat dari penonton yang cukup tinggi, sebab televisi hanya akan menayangakan tontonan yang punya rating bagus Devil jadi tanya mengapa ????
ini benar-benar seperti “lingkaran setan”, tidak ada ujung dan pangkalnya.
sebenarnya saya sekit kecewa dengan media massa yang ramai memberitakan tentang buku paket “cabul”, tapi kenapa mereka tidak pernah ramai meberitakan tayangan sinetron yang tidak mendidik, maaf mungkin pernah, akan tetapi tidak seheboh memberiktakan buku paket “cabul”. padahal jika dihitung-hitung dari dampak, sinetron justru punya andil yang luas. saya beberapa kali mendengarkan anak-anak lebih ingat konten sinetron dibanding konten pelajaran. sungguh miris…
jika dikatakan ini salah orangtua yang tidak mengawasi, berarti dalam topik buku paket “cabul” gurulah yang harus dipersalahkan, padahal pada kasus tersebut, pembuat LKS/BUKU juga mandapat teguran lalu kenapa pembuat sinetronnya tidak ?? tanya mengapa ?

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Anda